Artikel Special Kartini's Day!
"Kartini mendobrak stigma tentang hak perempuan untuk menimba ilmu setinggi-tingginya pada saat dimana semua didominasi oleh pihak laki-laki."
Menurutmu, apakah gebrakan Kartini pada saat itu didasari oleh perasaan ibanya kepada para perempuan? Atau justru karena logikanya yang menyadari bahwa ada kesalahan dalam sistem pendidikan pada saat itu?
Kali ini kita akan membahas mengenai apakah benar perempuan lebih sering menggunakan perasaan dibanding logika terutama ketika mereka bekerja?
Artikel ini terinspirasi dari kisah Divanda Gitadesiani (Founder Klei & Clay) yang berusaha meyakinkan banyak orang disekitarnya bahwa perempuan mampu berpikir logis sekaligus berperasaan sehingga mereka bisa menjadi pemimpin.
They Said: “PEREMPUAN GAMPANG BAPER, GAK COCOK JADI PEMIMPIN”
Pernah menghitung berapa banyak jumlah perempuan yang menjadi Founder ataupun CEO di perusahaan? Jumlahnya tentu banyak, namun hingga saat ini masih lebih banyak lelaki yang menempati posisi-posisi strategis dibandingkan perempuan.
Mungkin kamu pernah mendengar selentingan kata yang menyatakan bahwa perempuan tidak cocok menempati posisi strategi, karena mereka sering moody.
Mereka bilang, perempuan lebih mementingkan emosi dibanding logika..
Nyatanya, saat memimpin kita memang perlu menggunakan emosi dan logika secara bersamaan sesuai porsi yang tepat.
Hal itu juga lah yang menjadi alasan mengapa Kartini bisa melakukan gebrakan besar untuk membuka akses pendidikan bagi perempuan.
Bila pada saat itu Kartini hanya menggunakan logikanya yang membantu dia menyadari akses pendidikan perempuan tertinggal jauh dibanding lelaki, mungkin gerbrakan Kartini tidak akan pernah terjadi.
Justru karena dibarengi perasaan iba dan rasa tertindas yang ia rasakan sebagai perempuan, Kartini mampu membuat gebrakan pemikiran yang mengubah nasib perempuan hingga saat ini.
Begitupun saat berbisnis, terutama bila kita dihadapkan dengan masalah. Seorang pemimpin harus bisa mengandalkan perasaan untuk mengambil keputusan yang manusiawi dan juga mengandalkan logika untuk mengambil keputusan yang logis.
They Said: “SELAIN TERLALU BANYAK MENGGUNAKAN PERASAAN, PEREMPUAN JUGA TIDAK TAHAN TEKANAN”
Terkadang banyak orang meragukan kemampuan perempuan dalam menghadapi tekanan. Bahkan seringkali perempuan diberikan tugas remeh temeh yang tidak memerlukan keputusan besar untuk dilakukan.
Padahal kemampuan perempuan lebih dari itu. Meskipun dari segi fisik perempuan memiliki tubuh yang lebih kecil dibanding lelaki, nyatanya kemampuan pemikiran dan mental perempuan tidak kalah dibanding lelaki.
Tentunya kamu juga sering melihat banyak perempuan yang menjadi single parent, namun mereka bisa tetap kuat menafkahi anak-anaknya tanpa bantuan lelaki lain sebagai kepala keluarga baru.
Itulah salah satu bukti bahwa perempuan memiliki pemikiran dan kapasitas mental yang tahan tekanan...
begitu pula kisah dari Divanda sebagai perempuan. Sejak masih berkuliah, Divanda seringkali diremehkan oleh orang-orang karena mereka menganggap bahwa perempuan hanya mengandalkan kecantikan dibanding otak.
Perempuan kerap mengalami tekanan dari lingkungan sekitar ketika mereka hendak mengambil keputusan besar…
Saat Divanda memutuskan untuk resign dari pekerjaannya dan memilih untuk menjadi pengusaha, tidak ada satupun yang mendukung keputusannya, bahkan keluarganya.
"Aku paham mereka tidak ingin aku gagal dan kecewa disaat membangun bisnis. Tapi aku juga paham bahwa hidup itu penuh dengan pilihan.
Tapi, aku lebih baik gagal setelah mencoba dibandingkan menyerah sebelum mencoba.", ucap Divanda.
Nyatanya tekanan yang Divanda rasakan selama bertahun-tahun tersebut tidak mengoyahkan mental Divanda untuk membuktikan dirinya mampu.
Dalam waktu kurun 5 tahun Ia berhasil membuktikan bahwa passionnya ialah menjadi pengusaha. Sebagai perempuan dan pebisnis, Divanda ingin memberikan dampak besar kepada masyarakat maupun bumi.
Ia pun merealisasikan hal tersebut dengan membangun Klei and Clay, brand skincare berbahan alami tanpa mengandung bahan kimia yang berbahaya.
Lewat Klei and Clay, Divanda mencerminkan bahwa perempuan bukan hanya mengandalkan perasaan saja saat bekerja, tapi perempuan juga bisa membangun bisnis berbasis data, strategi, dan juga memiliki leadership yang memumpuni sebagai pemimpin.
“Banyak orang meremehkan perempuan untuk mendapatkan posisi tinggi, dengan alasan perempuan cenderung menggunakan perasaan.
Padahal, dalam berbisnis kita perlu menyeimbangkan antara intuisi dengan logika untuk menyelesaikan masalah.” ujar Divanda.
Comments