Article Special Kartini's Day!
“Kami berikhtiar supaya kami teguh sungguh, sehingga kami sanggup diri sendiri, menolong diri sendiri. Dan siapa yang dapat menolong dirinya sendiri, akan dapat menolong orang lain dengan lebih sempurna pula.”
– Surat RA Kartini kepada Ny Abendanon, 12 Desember 1902
Habis gelap, Terbitlah terang.
Seperti halnya RA Kartini, saya pun memiliki masa gelap. Saya Anita Sabidi, masa gelap saya terjadi saat saya baru berusia 13 tahun dan terdiagnosa diabetes tipe 1.
Dimana diabetes tipe 1 merupakan salah satu bentuk kondisi autoimun yang menyerang pankreas sehingga penyandang diabetes harus melakukan injeksi insulin karena tubuh kurang atau tidak menghasilkan insulin.
Saat itu informasi mengenai diabetes sangat terbatas, apalagi diabetes tipe 1 yang kerap terjadi pada anak-anak. Masa di awal diagnosis merupakan masa yang berat, baik untuk orangtua maupun saya sendiri.
Masa denial sempat membuat orangtua menolak penanganan injeksi insulin, namun seiring melemahnya fisik saya maka sayapun dibawa ke rumah sakit untuk memperoleh penanganan lebih lanjut.
Waktu menjadi Obat Terbaik dalam Menjalani Suatu Ujian.
Masa acceptance saya dimulai di bangku kuliah, dimana saya mulai mandiri dalam melakukan manajemen diabetes dengan membawa perlengkapan diabetes (insulin dan alat cek gula darah) ke kampus.
Di kampus pula saya bertemu dengan sesama penyandang diabetes tipe 1, saat itulah saya menyadari bahwa I am not alone in this fight. Mengenal seseorang dengan perjuangan yang sama memberikan pencerahan dan kekuatan bahwa saya tidak berjuang sendirian.
Perlahan terbentuklah komunitas diabetes muda yang terdiri dari penyandang diabetes muda berusia 17 – 40 tahun bernama PERSADIA (Persatuan Diabetes Indonesia) Muda dimana kami mnghadapi tantangan yang sama sehingga melalui komunitas kita bisa saling menguatkan satu sama lain.
Selain PERSADIA, terdapat komunitas diabetes untuk penyandang diabetes pada anak dan remaja bernama IKADAR (Ikatan Keluarga Diabetes Anak dan Remaja) terdiri dari penyandang diabetes anak mulai dari usia 3 bulan.
Mereka adalah Adik-Adik Saya...
Mengalami kesulitan di awal diagnosis dan melihat jumlah penyandang diabetes pada anak dan penyandang diabetes muda yang bertambah setiap tahunnya, merupakan motivasi terbesar saya untuk melakukan advokasi perbaikan penanganan diabetes di Indonesia.
Dimulai dari diabetes awareness, dimana masih sangat rendahnya pemahaman mengenai diabetes di masyarakat. Melalui diabetes awareness, akan lebih banyak penyandang diabetes anak yang tertangani di daerah-daerah, menghilangkan stigma di masyarakat dan dapat meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi penyandang diabetes.
Growing Up with Diabetes is Hard.
Atas pengalaman menyandang diabetes selama lebih dari 25 tahun sejak usia remaja, beberapa tahun belakangan ini saya bergerak di bidang advokasi untuk penyandang diabetes, khususnya penyandang diabetes anak dan remaja.
Dimulai dari ketersediaan akses obat-obatan terutama insulin, pengecekan laboratorium berkala dan konsultasi dokter, dimana masuk kedalam tanggungan negara melalui BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan) yang merupakan kebutuhan dasar bagi penyandang diabetes.
Seorang profesor pernah berkata, keadilan adalah keberpihakan pada yang lemah. Saat manajemen diabetes berjalan dengan baik, baru kemudian kita beralih ke perbaikan kualitas hidup penyandang diabetes.
Stigma dan diskriminasi yang mengecil artikan penyandang diabetes merupakan momok terbesar kita, dimana butuh proses pemahaman dari masyarakat bahwa penyandang diabetes memiliki kemampuan dan kompetensi yang sama dengan orang-orang lainnya.
Beberapa tahun belakangan ini kita melakukan kampanye untuk merujuk diri kita sebagai penyandang diabetes bukan penderita diabetes. Bisa bayangkan, saya yang terdiagnosa sejak usia 13 tahun, terus diingatkan bahwa saya menderita sepanjang masa remaja saya.
Am I really suffering? Ditambah dengan masih rendahnya pemahaman masyarakat terkait penanganan diabetes. Ada saat dimana saya harus bersembunyi setiap kali saya hendak melakukan suntik insulin atau mengecek gula darah, karena orang-orang di sekitar saya pasti akan menanyakan apa yang saya lakukan. Sementara suntik insulin dan mengecek gula darah adalah cara saya untuk bertahan hidup.
Kelahiran INBLU yang Mengubah Hidup Kami
Dalam rangka meningkatkan diabetes awareness di masyarakat, lahirlah INBLU yang aku buat untuk mengubah hidup para pengidap diabetes.
INBLU berawal dari keluh kesah sesama penyandang diabetes tipe 1 yang mengalami kesulitan saat hendak melakukan suntik insulin, dimana kita harus menggulung area lengan atau menyibak area perut.
Atas kesulitan tersebut, lahirlah desain pakaian INBLU yang memiliki modifikasi di area lengan dan perut untuk mempermudah akses suntik insulin atau pompa insulin bagi penyandang diabetes tipe 1.
Seiring berjalannya waktu, INBLU turut menghadirkan scarf dan kain dengan motif-motif diabetes untuk meningkatkan diabetes awareness.
Diharapkan hadirnya INBLU dapat memicu keingintahuan masyarakat untuk belajar dan memahami bahwa diabetes itu tidak mengenal usia, bisa terjadi pada siapapun dan manajemen diabetes membutuhkan jarum suntik, insulin pen atau alat cek gula darah, selain obat minum.
INBLU merupakan media advokasi bagi penyandang diabetes di belahan dunia manapun. Saat ini INBLU memiliki beberapa motif desain, yakni :
Kawung – Insulin Pen, dengan Pilihan Warna Abu-abu dan Biru.
Kawung bermakna harapan hidup; dimana sebagai penyandang diabetes tipe 1, insulin memberikan harapan untuk hidup.
Gunungan – Perempuan dengan Teknologi Diabetes
Gunungan bermakna semesta atau pohon kehidupan; dimana sebagai penyandang diabetes tipe 1, teknologi diabetes sangat berarti bagaikan semesta
Mega Mendung – Blue Circle
Mega Mendung bermakna langit yang membawa hujan yang memberikan kehidupan; sama halnya dengan komunitas diabetes yang memberikan kekuatan kepada penyandang diabetes, diwakili dengan blue circle
Respon positif berdatangan dari komunitas dalam negeri maupun komunitas global, INBLU juga memperoleh kesempatan untuk terbit di beberapa media asing seperti DiabetesMine dan Beyond Type 1.
INBLU juga berkolaborasi dengan beberapa komunitas, seperti IMUNESIA (Autoimun Indonesia) yang memayungi penyandang autoimun di Indoensia dan YPMI (Yayasan Pelita Monas Indonesia) yang melindungi penyandang disabilitas tunanetra, menghasilkan motif desain yang mewakili komunitas tersebut.
Saat ini INBLU masih berupa bayi kecil dengan mimpi yang besar, dimana perjalanan panjang terbentang dengan impian untuk meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes di Indonesia. Langkah-langkah kecil menuju sesuatu yang besar, penuh semangat dan tidak gontai. - Anita Sabidi
Comments